Monday, February 20, 2017

Ke Gudang Peninggalan Belanda, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan



Katanya, tempat ini disebut Gudang Peninggalan Belanda, entah benar atau tidak. Berada di Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan. Tidak jauh dari Stadion Demang Lehman, Martapura.

Sebenarnya sudah lama ingin ke Gudang Peninggalan Belanda ini. Tapi karena tidak ada teman yang bisa diajak, baru kemarin bisa ke sana, dengan Farid. Alasan malas ke sini sendirian yaitu tidak ada yang jadi juru foto. :)

Rute menuju Gudang Peninggalan Belanda ini kudapat dari sebuah blog, dan cukup mudah untuk ditemukan. Tidak ada tersesat untuk mencapainya. Bagian tersesat justru ada saat ingin pulang, karena melihat jalan lain yang kami kira lebih baik. Tapi setelah kami coba, ternyata kami tidak berakhir di mana-mana kecuali tempat yang semakin sunyi, di tengah padang rumput.
























Sunday, February 19, 2017

Kematian Cerpen


Penulis itu tersenyum sendiri karena mendapat ide bagus lagi. Dibukanya program pengolah kata dan mulai mengetik kata demi kata. Jari-jarinya begitu lincah seperti penari balet. Isi otaknya seperti mengalir deras, melewati bahunya, tangannya, lalu ke ujung-ujung jarinya, berpindah ke keyboard, kemudian muncul di layar monitor. Kali ini ia yakin cerpennya akan selesai, tidak akan seperti yang sudah-sudah. Ia tegang begitu cerpennya mencapai baris terakhir halaman pertama.
Lewat… lewat… lewat….

Sunday, February 12, 2017

Foto di Puncak


Aku tidak benar-benar sedang tidur ketika Tri menepuk bahuku dua kali.
“Waktunya summit attack, bro!”
Meski sudah mengenakan baju tebal, udara dingin pegunungan masih seperti leluasa memelukku. Aku bangun perlahan sambil mengucek mata. Kulihat arloji, tepat pukul satu dini hari. Aku bangkit, keluar dari tenda dan mencari air minum.
“Dimajukan ya, bro?” Aku mencuci muka. Jika menurut jadwal, harusnya summit attack satu jam lagi.
“Iya, soalnya banyak pemula yang ikut,” jawab Tri sambil memasang head lamp.
Kemudian terdengar seseorang berteriak, mengajak berkumpul.
Aku cepat memilih barang-barang yang harus dibawa dan memasukkan dalam ransel kecil: air minum, kamera, P3K, makanan ringan. Wajah kututup masker. Kupasang kaca mata dan head lamp. Lalu berkumpul dengan kerumunan.
Seseorang memimpin doa bersama.
“Tos.. tos..!”
Kami pun mengumpulkan tangan dan bersama-sama meneriakkan “Puncak Rinjani!”

Wednesday, February 1, 2017

Danau Hatiwin dan Bukit Talikur, Tapin, Kalimantan Selatan: Tentang Teman dan Perjalanan

Dua Januari. Masih hari libur. Berbaring di kost seharian tentu akan membosankan. Maka pagi itu aku browsing, mencari destinasi yang memungkinkan untuk dijangkau dan yang kira-kira tidak akan terlalu banyak orang. Dari sebuah blog, aku menemukan Danau Hatiwin, di kabupaten Tapin. Lokasinya tidak jauh dari rumah Kamal. Maka Kamal pun kuhubungi, dan kebetulan, hari itu ia lepas dinas usai dinas malam.
Aku segera bersiap, dan meluncur dengan Scoopy merahku, seorang diri (maklum, jomblo). Mampir di Binuang untuk sarapan yang sangat terlambat sekalian menyapa teman lama, Ansyar. Yeah, sudah lama sekali tidak ketemu si gendut itu, saat ia resepsi aku juga tidak bisa menghadiri.
Sesuai dugaan, ia cukup sibuk saat aku tiba di toko bahan bangunannya.
"Masih menulis?" tanyaku. Jawabannya aku sudah tahu. Dengan kesibukannya sebagai bos di toko bahan bangunan keluarganya, serta lingkungan yang tidak mendukung, menulis barangkali adalah hal paling terakhir dalam prioritas kegiatannya.
Perjalanan berlanjut. Sampai di Makam Datu Sanggul. Di sana aku menunggu Kamal. Tidak lama ia datang. Kami langsung menuju Danau Hatiwin. Jalan aspal mulus. Hanya beberapa menit, kami sudah sampai. Tidak dipungut biaya seperserpun untuk masuk juga untuk parkir, alias gretong, kecuali kalau kamu nusuk pentol.