Thursday, December 23, 2010

Cuma Pengen Majang Foto

Ni foto-foto gue ama temen-temen waktu ke Pasar Terapung Kuin dan Pulau Kembang minggu lalu...


Friday, December 17, 2010

Lelaki yang Terus Menangis

31 Desember 2004
Aku adalah lelaki yang terus menangis. Semua karena Ayah.
Satu minggu yang lalu, aku dan teman-teman sekelas sudah berencana menghabiskan tahun baru di Pantai Batakan. Ke sana, kami harus patungan 50 ribu perorang untuk bayar mobil pick up yang akan kami sewa. Tapi begitu hari ini tiba, Ayah malah melarangku ke sana. Bukan, bukan karena mengkhawatirkan keselamatanku yang telah SMA ini, melainkan karena beliau tak mau memberiku uang untuk aku bisa sedikit mencicipi kebahagiaan.

Sunday, December 12, 2010

Pasar Terapung Kuin dan Pulau Kembang: Ahad yang Indah!

Pagi buta, subuh lebih tepatnya, aku dan Ipul tba di halte depan UNLAM. Di sana sudah ada Ihsan. Berarti tinggal Acat dan Qori saja lagi yang ditunggu. Kulihat jam di HP, belum jam 6. Ya, sebelumnya kami memang sudah janji kumpul di halte depan UNLAM tepat jam 6. Kenapa sepagi itu? Karena bila tidak begitu kami tidak akan bisa menemui momen berharga yang sama-sama belum pernah kami lihat: Pasar Terapung Kuin.
Sebelum pukul 6, Qori dan Acat juga datang. Semuanya tepat waktu! Mereka berdua itu mahasiswa IAIN, begitu juga Ihsan. Sedangkan Ipul mahasiswa UNLAM, dan aku mahasiswa STIKES Muhammadiyah. Acara ini semacam reuni, sebab dulunya kami ialah teman dekat (sangat dekat) selama masa perjuangan di Pondok Pesantren Al Falah Putera. Tujuh tahun kami sama-sama hidup dan menimba ilmu di sana.
Kami tidak jalan Kuin, melainkan jalan Belitung. Di Kuin itu sewa kelotoknya mahal, bisa dua kali lipat daripada di Belitung, karena di sana ada makelarnya. Berbeda dengan di Belitung yang langsung ke pemilik kelotok. Samapai di pelabuhan, sudah menunggu di sana Paman Syafwani, sang pemilik kelotok yang sudah kucarter jauh hari sebelumnya.
Pukul 6.09, kami kami berlima sudah berada dalam kelotok. Kelotok dinyalakan. Berangkat!!!

Tuesday, December 7, 2010

Tentang Nanang


tembok suci
“Beneran ya Nanang ke Palestina?”
“Ngapain dia ke sana?”
“Dibolehkan kuitannya tidak?”
“Sayangnya.... dia kan pintar?”
Ah, aku bosan terus ditanya soal ini! Setiap hari, di mana saja, di kost, di kampus, di kampung, selalu ada saja yang bertanya padaku tentang ini, seolah pembicaraan ini tak pernah dingin, seolah akulah yang paling tahu tentang semua ini, seolah aku yang harus bertanggung jawab!
Memang, aku dan Nanang awalnya satu kost. Kami berasal dari kampung yang sama, juga tamat dari pesantren yang sama. Bisa dibilang Nanang adalah teman selamanya, sejak masih kecil sampai kuliah. Dari kecil dia dikenal anak yang pintar dan cerdas, selalu juara satu di kelas. Aku sendiri selalu berada di bawahnya. Aku bersyukur punya teman sepertinya, dia tidak pelit dengan ilmu. Banyak hal yang aku tahu berkat dia.
Aku masih ingat, semua ini berawal sejak tujuh bulan lalu, bulan Maret. Aku lupa tanggal berapa, yang pasti itu terjadi pada hari Kamis, karena aku ingat hari itu ada mata kuliah Ushul Fiqih, dosennya Pak Khairul, dosen paling sangar!

Gadis Ungu



Luar biasa! Aku bahkan hampir tak percaya bahwa aku sekarang bisa kuliah, menjadi seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi ternama di Banjarmasin. Ah, baik sekali Tuhan. Dulunya hal itu kumasukkan dalam kategori terlampau mustahil dalam daftar angan-anganku. Namun sekali lagi, Tuhan sangat baik, Dia robohkan tembok kepelitan ayahku yang selama ini menghalangiku buat bermimpi itu.
Bicara soal ayah, beliau adalah seorang guru SD di desa tempat kami tinggal. Beliau juga punya lahan sawah yang sebenarnya harus aku kerjakan setamat dari pesantren beberapa bulan yang lalu. Satu hal yang paling mencolok dari beliau yaitu pelit!
Alah…., memangnya peduli apa aku dengan itu?! Sekarang kenyataannya adalah aku bisa kuliah, seorang mahasiswa! Maka alangkah baiknya kunikmati saja euforia ini. Kenyataan lain lagi ialah, bahwa kegembiraan ini tak hanya selesai di sini. Berkat jadi mahasiswa aku juga, secara misterius, dipertemukan Tuhan denganmu, seorang gadis cantik berkerudung ungu. Denganmulah hatiku tiba-tiba terjerat, aku jatuh cinta. Dan, kalau boleh aku mengatakan ini, kau pun sebenarnya juga demikian. Cuma tebakanku saja memang, tapi cuma itu yang bisa kusimpulkan saat ini, di mana sekarang aku tengah berdua denganmu di Pantai Jodoh, demikian orang Banjarmasin menyebut tempat ini. Sebuah siring di depan Kantor Gubernur Kal Sel yang membatasi Sungai Martapura dan telah disulap menjadi taman. Di tempat ini biasanya pasangan kekasih menghabiskan waktu mereka.