Saturday, December 13, 2014

Tentang Cerpen Suasana Zian Armie Wahyufi

buku kumpulan cerpen Lelaki Dilarang Menangis - Zian Armie Wahyufi
Oleh: Tarman Effendi Tarsyad

Salah satu yang menarik manakala membaca cerpen Zian Armie Wahyufi dalam kumpulan Lelaki Dilarang Menangis (bersama Aliansyah Jumbawuya, 2014) yaitu keberhasilan Zian menampilkan cerpen suasana. Dari tujuh cerpen Zian yang terhimpun dalam kumpulan tersebut, ada beberapa cerpen yang termasuk dalam cerpen suasana. Pada cerpen suasana, yang menonjol yaitu suasananya. Cerpen suasana bisa saja berangkat dari hal-hal yang mungkin dianggap kecil. Akan tetapi suasana pada cerpen tersebut yang (kadang-kadang) disajikan dengan bahasa puitis sebagaimana layaknya sebuah puisi, justru membuat cerpen menjadi semakin memikat.
Dalam penulisan cerpen di Indonesia, cerpen suasana tentu saja bukan sesuatu yang baru. Cerpen suasana dapat dibaca misalnya pada cerpen Korrie Layun Rampan dalam kumpulan Malam Putih (1983), pada cerpen Umar Kayam dalam kumpulan Sri Sumarah (1995), pada cerpen Sapardi Djoko Damono dalam kumpulan Pengarang Telah Mati (2001), dan pada cerpen Seno Gumira Ajidarma dalam kumpulan Sepotong Senja untuk Pacarku (2002). Sementara pada pengarang Kalimantan Selatan, cerpen suasana dapat dibaca misalnya pada cerpen Sandi Firly dalam kumpulan Perempuan yang Memburu Hujan (2008) dan pada cerpen Ratih Ayuningrung dalam kumpulan Pelangi di Ujung Senja (2013).
Pada cerpen suasana, suasana dapat dibangun misalnya (terutama) berdasarkan deskripsi dengan bahasa yang puitis sebagaimana layaknya sebuah puisi. Cerpen suasana juga dapat dibangun misalnya berdasarkan deskripsi dan (terutama) dialog.
Pada pengarang Kalimantan Selatan, cerpen suasana dapat dibangun misalnya berdasarkan (terutama) deskripsi, dialog, dan monolog. Hal tersebut dapat dibaca misalnya pada cerpen “Perempuan yang Memburu Hujan” karya Sandi Firly (2008:86-95). Cerpen suasana juga dapat dibangun misalnya berdasarkan (terutama) deskripsi dan dialog. Hal tersebut dapat dibaca misalnya pada cerpen “Pelangi di Ujung Senja” karya Ratih Ayuningrum (2013:37-46).
Berdasarkan beberapa contoh cerpen suasana seperti disebutkan di atas, bagaimana dengan cerpen suasana Zian Armie Wahyufi? Pada cerpen Zian, suasana tampaknya pertama dibangun dengan deskripsi dan dialog. Hal tersebut dapat dibaca misalnya pada cerpen “Jalan Pulang” (2014:91-102). Suasana yang sangat terasa pada cerpen tersebut terutama perpaduan antara rasa rindu, sedih, dan cemas. Dalam rangka menyajikan suasana tersebut, pengarang terutama mendeskripsikannya dengan latar waktu pada sore hingga senja hari dengan diiringi tetesan hujan. Hal itu sudah tampak pada permulaan cerpen tersebut seperti pada kutipan berikut: