Tuesday, December 29, 2015
Pastikan Kamu Mengunjungi 10 Tempat Menarik Ini Saat ke Banjarmasin
Untuk ke kota cantik ini, berbagai maskapai penerbangan setiap harinya siap mengantarkan kita. Salah satunya adalah Garuda Indonesia. Maskapai ini memiliki banyak kelebihan dibanding maskapai lainnya, di antara yang utama ialah ketepatan waktu. Memangnya siapa sih yang suka delay? Selain itu, layanan selama penerbangan juga sangat memuaskan.
Setelah sampai di Banjarmasin, lalu kita mau ke mana? Nah, bila kamu ke Banjarmasin, pastikan kamu mengunjungi 10 tempat-tempat menarik berikut ini.
Monday, December 28, 2015
10 Tempat Wisata Religi di Banjarmasin
Wednesday, December 23, 2015
Bila ke Kotabaru, Inilah 10 Tempat yang Wajib Kamu Kunjungi
Apa sajakah keindahan alam di Kotabaru? Berikut adalah daftar 10 destinasi wisata Kotabaru yang wajib kamu datangi.
Wednesday, December 16, 2015
10 Destinasi Wisata Kalsel yang Wajib Kamu Kunjungi
Langsung saja, berikut 10 Destinasi Wisata Kalsel yang wajib kamu kunjungi:
Saturday, December 12, 2015
Kertas Bertulis Angka-angka
Kejarlah di sana
kertas bertulis angka-angka
karena angka-angka akan membuatmu bahagia
karena angka-angka akan membawakanmu surga
menarilah bersama mereka
karena setelah November datang Desember
karena setelah Januari datang Februari
lalu kertas bertulis angka-angka akan datang lagi
mengajakmu menari
mengajakmu berlari
kertas bertulis angka-angka
kejarlah di sana...
Thursday, December 10, 2015
Malam Hujan
Ibu, semoga hujan deras ini membuatmu tidur nyenyak
Semoga bunyi hujan di atap rumah kita membuat pusingmu berkurang barang malam ini
Semoga dingin hujan bisa melemaskan pegal-pegalmu
Karena esok pagi kau harus berpikir lagi tentang makan dan jajan anak-anakmu
Saturday, December 5, 2015
Backpackeran Keliling Jawa (5)
Aktivitas pagi dimulai dengan menemani Mas Jamal mengirim pesanan buku, dilanjutkan sarapan nasi pecel di warung, kemudian menuju tugu paling legendaris di Surabaya, patung pertarungan ikan sura dan buaya.
Backpackeran Keliling Jawa (4)
Backpackeran Keliling Jawa (3)
Berdasar usulan Dhea, pagi ini perjalanan dimulai dengan tujuan Candi Gedong Songo di daerah Bandungan. Sekitar 40 menit kami sampai di tujuan setelah melewati jalan yang terus menanjak.
Candi Gedong Songo adalah sembilan candi hindu yang letaknya menyebar di sebuah gunung. Sehingga untuk bisa melihat dari dekat kesemua candi pengunjung harus mendaki dan mengitari gunung tersebut. Namun sayangnya candi yang masih berdiri hanya tersisa lima. Untuk masuk ke wilayah Candi Gedong Songo pengunjung hanya perlu membayar 15.000,-
Friday, November 27, 2015
Backpackeran Keliling Jawa (2)
Jam 4 subuh kereta yang saya tumpangi tiba di Stasiun Tugu, Jogja. Masih terlalu dini untuk ke mana-mana. Hingga pukul 6 pagi barulah saya keluar stasiun. Langit Jogja segera menyambut saya. Saya hirup udara pagi dalam-dalam, kemudian mulai berjalan kaki.
Tidak lama berjalan kaki, saya sudah sampai di jalan Malioboro. Saat dulu ke sini ketika malam, dan ternyata Malioboro di pagi hari sangat berbeda. Namun yang tetap sama adalah tukang becak, bentor, dan delman yang dengan gigih menawarkan jasanya.
"Lima ribu aja mas, keliling-keliling Malioboro sampai Kraton. Dari tadi belum ada narik Mas. Ayo Mas, gimana, Mas?" tawar seorang tukang bentor.
Mendengar 'belum ada narik' hati saya tergerak. Ini mengubah rencana awal saya. Padahal saya cuma ingin jalan kaki saja.
Di atas bentor, kami ngobrol.
Backpackeran Keliling Jawa (1)
Thursday, November 26, 2015
Selamat Sore, Rindu
Cantik sekali dandanmu
Kuharap kamu tak digoda waktu
Apalagi sampai diculik semu
Friday, September 18, 2015
Mangga
Sayang, hari ini aku memetik mangga
Sekarang di sini sedang musimnya
Aku ingin mengajakmu kesini dan duduk di dermaga
Akan kukupaskan kulitnya lalu kita makan berdua
Sambil menyambut angin dari utara
Memandangi tongkang batu bara
Menikmati langit senja yang menjingga
Kita tidak perlu bersuara
Kita tak perlu banyak kata-kata
Kita hanya perlu berbagi sebiji mangga
Berdua
Tuesday, September 8, 2015
Waktu dan Jarak
Waktu adalah jembatan di atas sungai bernama kerinduan
Jarak adalah jalan yang membentang sepanjang ingatan
Sungai Lirik, 8-9-2015
Thursday, September 3, 2015
September
Aku ingin menjadi hembus yang melegakan napasmu
Menjadi huruf yang menyusun kalimatmu
Menjadi secangkir teh yang menghangatkan pagimu
Menjadi debur yang melagukan ombakmu
Menjadi tidur yang merangkul mimpimu
Saturday, August 15, 2015
Mengisi Libur ke Bukit Kaladan atau Bukit Lawangan, Desa Tiwingan Lama, Kec. Aranio, Kab. Banjar
Sekitar pukul lima, kami sudah tiba di desa Riam Kanan. Dari sana kami memarkir motor dan berjalan kaki. Perjalanan langsung disambut tanjakan curam. Lima menit rasanya seperti berlari 1 km.
Kubayangkan darah mulai lebih banyak mengalir ke otakku, sambil kucoba bernapas dalam.
Kondisiku memulih setelah Tri menghabiskan 2 batang rokoknya.
Perjalanan berlanjut tanpa hambatan sampai ke puncak. Menyisakan waktu yang cukup untuk kami mengambil banyak foto dengan berbagai fose dan mendirikan tenda.
Malam diisi dengan main uno, pagi foto-foto lagi, jam 8 turun dan pulang. Jam 2 siang buru-buru ke kampus untuk ikut pengarahan stage komunitas dan keluarga. Maka kesibukan yang padat pun berlanjut lagi...
Saturday, August 1, 2015
Penghuni Toilet
Penghuni toilet itu menghilang. Ia tak ada di toiletnya. Selama ini, selain ke kampus, ia selalu berada di toiletnya ini. Tapi hari ini, hingga larut malam kutunggu, ia masih belum pulang.
Namanya Yoyo. Pertemuan pertamaku dengan Yoyo adalah ketika pengumuman kelulusan masuk di sebuah perguruan tinggi swasta di Banjarmasin.
“Bagaimana, lulus?” tanyanya dengan gaya seperti kami sudah lama kenal.
Aku mengangguk dan balik bertanya, sekadar basa-basi untuk menghargai ajakannya bicara.
“Iya, lulus juga. Sudah dapat kost?” Kupikir itulah hal sebenarnya yang ia ingin tanyakan.
Kujawab bahwa belum, dan kujelaskan bahwa sementara ini aku ikut tinggal di rumah saudara.
“Bagaimana kalau tinggal di kontrakanku saja? Sewanya kita bagi dua.”
Aku tidak langsung menjawab. Tinggal serumah dengan orang yang belum dikenal tentu bukan sesuatu yang bijaksana. Seolah membaca pikiranku, Yoyo mengulurkan tangan.
“Namaku Yoyo. Kamu tidak perlu khawatir, kalau ada barangmu yang hilang selama tinggal denganku akan kuganti.”
Aku menyambut tangannya dan menyebutkan namaku. Kutanyakan di mana kontrakannya.
“Cukup jalan kaki dari sini.”
Pertemuan itu selesai. Aku tidak langsung menerima tawarannya, hanya mengatakan akan memikirkannya. Untuk sementara tempat tinggal bukanlah masalah buatku karena ada saudaraku di kota ini.
***
Tuesday, June 30, 2015
Monday, June 22, 2015
Monday, May 4, 2015
Explore Loksado: Hari 2, Pemandian Air Panas Tanuhi, Air Terjun Kilat Api, Bendungan Batu Laki
Ide selanjutnya adalah ke Air Terjun Rampah Menjangan.
Masalah 6: kami tidak punya pemandu jalan. Ansari, keponakanku itu sebenarnya pernah ke sana, namun ia tak hapal jalannya.
Lalu Ansari mengenalkan kami pada tetangganya yang masih seumur SD, atau mungkin SMP, yang sudah tiga kali ke Air Terjun Rampah Menjangan dan dengan mantap mengatakan hapal jalannya.
Masalah 7: anak itu tak punya motor sendiri, siapa yang membawanya? Dua motor kami sudah penuh.
Rencana ke Air Terjun Rampah Menjangan pun terpaksa dibatalkan. Masalah 6 dan masalah 7 teratasi...
Ansari menjelaskan alternatif-alternatif lain. Lalu diputuskanlah: Pemandian Air Panas Tanuhi, Air Terjun Kilat Api, dan bendungan di Desa Batu Laki, kec. Padang Batung.
Explore Loksado: Hari 1, Bukit Langara
Wednesday, March 4, 2015
Ingress, Game yang Mengubah Hidup Saya
Sungguh, saya bukan orang yang suka game. Sebisa mungkin dalam hidup saya tidak melakukan hal-hal yang membuang waktu seperti ngegame. Ketika umur SD teman-teman saya berjam-jam di rental PS, saya justru membaca buku di rumah. Ketika orang-orang asik dengan Get Rich dan Clash of Clans di gadget android mereka, saya justru browsing membaca karya-karya sastra. Hidup saya benar-benar serius.
Saya langsung mengabaikan ketika Aya, teman saya saat di pesantren dulu menceritakan tentang game seru yang dimainkan Qori, teman saya yang lain saat di pesantren.
Aya menjelaskan bahwa game tersebut menggunakan dunia nyata dan si pemain harus mendatangi tempat-tempat tertentu untuk mengambil alih tempat tersebut. Kedengaran sangat menarik, dan sulit dipercaya. Ya, saya tidak percaya ada game semacam itu, tidak hingga kemudian Qori langsung yang menceritakannya. Namun bahkan saat Qori sendiri yang menjelaskan tentang game itu saya tetap mengabaikannya.
Dan hidup saya terus berlanjut, dengan serius.
Lalu pada suatu pagi Ahad, satu bulan yang lalu, saya merasa benar-benar tidak tahu apa yang harus dilakukan. Bukan, saya bukannya tidak punya pekerjaan yang harus dilakukan. Tugas laporan praktik di rumah sakit menunggu untuk ditulis, pakaian kotor menumpuk di sudut kamar, motor mio kesayangan sudah tak jelas warnanya karena cipratan becek, dan ada buku-buku bagus yang ingin sekali saya baca.
Saya hanya stress, perlu sesuatu yang baru yang mungkin menarik guna melepas stress, lalu saya kirimlah sebuah pesan melalui jejaring BBM pada Qori, sesuatu yang beberapa minggu kemudian akan sangat saya sesali karena akhirnya saya justru semakin stress.
"Apa nama game yang kamu tawarkan dulu?"
"Ingress," jawab Qori. "Pilih kubu biru, biar kita battle," tambahnya.
***
Tuesday, February 24, 2015
Melihat Kecantikan Danau Biru di Pengaron, Banjar
Ahad, 8 Februari 2015, pukul 10 pagi, lewat satu jam dari waktu yang telah disepakati, Tri dan dr. Teguh datang ke kontrakanku. Sekarang giliranku menjemput Bang Yudis, sang penunjuk ke jalan kebenaran, yang rumahnya hanya sekitar 100 meter dari kontrakanku. Kemudian, meluncurlah kami berempat dengan aku membonceng Bang Yudis, dan Tri membonceng dr. Teguh.
Tujuan kami adalah Danau Biru yang ada di daerah Simpang Empat Pengaron, Kabupaten Banjar. Danau yang sebenarnya merupakan bekas galian tambang batu bara. Di perempatan Jl. Veteran, kami berbelok ke kiri, ke jalan menuju Sungai Tabuk (jalan dalam) karena menurut teori jalan tersebut lebih dekat dibanding Jl. A. Yani (jalan luar). Namun di luar perhitungan, kami terjebak macet lantaran ada acara perkawinan sementara lebar jalan sangat sempit. Maka tak ada pilihan lain selain ikut merayap di antara kepadatan kendaraan, debu, dan cuaca panas yang membakar kulit. Setelah sekian lama, akhirnya kami terbebas dari macet. Kami pun melaju di atas jalanan lapang.
Namun hal itu tidak berlangsung lama, selanjutnya kami disambut genangan banjir sehingga menahan dua motor yang kami tunggangi untuk melaju. Dengan tarikan gas seadanya tadi, akhirnya sampailah kami di kota intan, Martapura. Kerumunan santri dengan peci, sarung, baju putih, dan kitab yang terpegang di depan dada seolah menyambut siapa saja yang datang ke kota ini.
Perjalanan terus berlanjut. Sekitar satu jam dari Kota Martapura, tibalah kami di Simpang Empat Pengaron, di sini kami berbelok ke kanan, ke arah Benteng (dinamai demikian karena di sana terdapat benteng peninggalan Belanda).
Monday, February 23, 2015
Jalan-jalan ke Bukit Lintang dan Bukit Rimpi (Bukit Teletubbies) di Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan
Bukit Lintang, Tanah Laut |
Bukit Rimpi, Tanah Laut |
11 Januari 2015
Minggu, jam 7 pagi, saat di mana kehidupan belum benar-benar berlangsung di kontrakanku. Tapi tidak hari ini. Hari ini, aku, Tri dan Bang Yudis berencana akan ke Bukit Lintang dan Bukit Rimpi (Bukit Teletubbies), dua bukit di daerah Pelaihari yang akhir-akhir ini ramai dikunjungi (orang Banjarmasin, beberapa bulan ini, memang sedang keranjingan naik bukit!). Rencana memang tidak sepagi ini, tapi aku harus ke acara perkawinan Ka Shinta, teman yang juga pelangganku saat jual buku dulu, pelanggan yang membeli buku dengan alasan yang unik: ia membeli buku-buku Ernest Hemingway karena anaknya akan ia beri nama Ernest, padahal saat itu ia belum menikah apalagi punya anak. Ka Shinta membeli nyaris semua buku-buku karangan Ernest Hemingway, dan aku sudah menyiapkan kado untuknya tepat satu tahun lalu, sebuah buku Ernest Hemingway yang sudah cukup langka dan bisa kupastikan ia belum punya.
Sekitar pukul 8 aku tiba di Martapura, di tempat acara, setelah sebelumnya beberapa kali bertanya jalan. Tidak butuh waktu lama untuk aku menyerahkan kado ke bagian penerima tamu, makan, bersalaman, lalu pamit. Lega rasanya, buku itu sudah diserahkan pada yang bersangkutan, sebab selama satu tahun ini buku itu terus menggoda untuk jadi milikku saja. Haha…
Dari Martapura, aku mengambil Jalan Cempaka, sampai di Simpang Tiga Bati-Bati, aku mampir di warung gorengan dalam rangka menunggu Tri dan Bang Yudis. Kukira mereka telah tiba di sana lebih dulu, ternyata aku harus menunggu, menunggu yang lama, karena perlu waktu hampir satu jam hingga mereka muncul. Saat mereka tiba, aku tak perlu bertanya untuk tahu jawaban atas keterlambatan mereka: Tri mengajak dua orang temannya, keduanya perempuan (yang belakangan aku tahu nama mereka Iin dan Desty), dan Bang Yudis mengajar tiga orang temannya, satu laki-laki dan dua perempuan (yang laki-laki bernama Agung, dan yang perempuan satunya bernama Rita, satunya lagi aku sudah lupa siapa namanya). Maka berdelapan, kami melanjutkan perjalanan ke arah Pelaihari.
Tuesday, January 6, 2015
Batu Belah Batu Bertangkup
***
-
Berbicara mengenai destinasi wisata Kalsel , maka saya pikir Kotabaru adalah jawaban terbaik. Begitu banyaknya tempat-tempat yang memukau ma...
-
Aku berusia 32 tahun sedangkan dia 18... Jika kau berpikiran seperti itu maka akan terkesan konyol. Aku baru berusia 32 tahun, sementara...
-
Kemarin postingan saya berjudul "Jihad Luar Biasa" masuk koran Banjarmasin Post. Sebenarnya postingan itu postingan lama, dan se...