Saturday, January 30, 2016

Hanif dan Magnet Kesayangannya

Hanif tertelan magnet. Magnet berbentuk koin tersebut adalah mainan kesayangannya yang selalu ia bawa ke mana saja.
Ceritanya, saat itu ia dan Salma, kakaknya yang baru kelas 1 SD dititipkan dengan tetangga. Sejak lebih dari satu minggu ini ibunya, kakakku, ikut kursus menyetir setiap sore. Sementara ayah mereka baru pulang dari kantor jam 7 malam. Maka mau tidak mau kakakku harus membayar tetangga agar mau dititipkan mereka berdua selama ia kursus menyetir.
Saat di rumah tetangga itulah, Hanif yang iseng memasukkan magnetnya ke mulut, digelitiki oleh kakaknya. Dalam keadaan digelitiki, magnet itu sontak tertelan, tersangkut di kerongkongan, lalu masuk ke perut, ke lambung. Hanif menangis. Demikian pula Salma.
Kakakku yang saat itu sedang kursus menyetir tidak langsung mengetahui kejadian tersebut karena si tetangga tidak memiliki nomor teleponnya. Saat ia pulang, barulah ia tahu. Menurut si tetangga, magnet tersebut sebenarnya sudah ia singkirkan, namun Hanif mengambilnya lagi.

Tuesday, January 12, 2016

Surat Panggilan

Percayalah, tidak ada bagian dari “menjadi pengangguran” yang menyenangkan. Bangun tidur dengan perasaan bingung, menjalani hari dengan bermalas-malasan, menghabiskan malam dengan kesia-siaan. Dan yang lebih buruk lagi adalah ketika kamu berhadapan dengan orangtuamu, orang yang menghabiskan banyak uangnya demi sekolah dan kuliahmu. Betapa malunya kamu berhadapan dengan mereka ketika kamu harus meminta uang untuk sekadar beli pulsa. Lihat, bahkan untuk pulsa saja kamu masih harus meminta! Belum lagi beratnya menghadapi pertanyaan-pertanyaan bertema “Kapan kerja? Sudah kerja? Kerja di mana sekarang?”
Oh… semua itu sungguh mimpi buruk! Mimpi buruk yang kamu tidak mungkin bisa bangun darinya. Begitulah yang kujalani sejak dengan gembiranya, 19 November lalu, aku dan teman-teman seangkatan lainnya diangkat sumpah.