Thursday, November 28, 2013

Ini Seperti...

Ini seperti kamu lupa jadwal kuliah Maternitas. Ketika ingat ternyata waktunya sudah lewat beberapa menit. Kamu buru-buru ke kampus, sambil berdoa Bu Yuli belum masuk. Tiba di depan lokal, kamu langsung membuka pintu dan bergegas masuk. Semua mata menatapmu heran, dan kamu seketika sadar, kamu telah salah ruangan! Kamu pun berjalan keluar dengan menunduk, diiringi tawa yang meledak di seisi ruangan. Sampai luar, ponselmu berderit, ada pesan singkat yang masuk: Hari ini Ibu Yuli tidak masuk, diganti besok.

Sajak yang Malas

Tuhan, kenapa saya diciptakan sebagai manusia?

Saturday, November 2, 2013

Andai Tuhan Seperti Komite Skripsi

Kemarin sore pulang ke rumah orangtua. Selain untuk menyimpan buku-buku yang sudah saya baca dan buku-buku yang baru dibeli namun belum ingin membacanya, rencana mau mencari sertifikat kursus Microsoft Office karena tanpa disangka sertifikat itu sangat diperlukan. Untuk maju sidang proposal syaratnya sertifikat tersebut. Saya dulu ketika masih di pondok, tepatnya saat kelas 3 tsanawiyah, pernah ikut kursus komputer di pondok, tapi lupa apakah diberi sertifikat setelahnya atau tidak. Makanya, saya pulang buat mengeceknya. Siapa tahu ada, jadi tak perlu lagi ikut kursus hanya untuk memiliki sertifikat tersebut. Aneh juga, sesuatu dibuktikan dengan selembar kertas, bukan bagaimana kemampuannya.

Begitulah, sampai di rumah saya membongkar-bongkar berkas milik saya. Hasilnya, tidak ketemu. Yah, berarti dulu kami memang tidak diberi sertifikat. Kursus waktu di pondok dulu berarti tujuannya adalah agar kami para santri "bisa", bukan "terbukti bisa".
Tapi meski tidak ketemu apa yang saya butuhkan, saya ketemu ini

piagam santri terbaik
piagam santri terbaik
piagam santri terbaik
piagam santri terbaik
piagam santri terbaik

Melihat itu rasanya ironis sekali. Begitu jauhnya sudah saya melenceng dari bagaimana seharusnya seorang santri... Begitu banyaknya ilmu yang didapat dulu namun tak sedikit pun mampu diamalkan... Rasanya tidak ada artinya piagam-piagam tersebut. Andai Tuhan seperti Komite Skripsi yang menilai sesuatu hanya lewat kertas, tentu saya akan berpesan pada keluarga saya agar piagam-piagam tersebut nanti dimasukkan juga dalam kubur saya. Tapi Tuhan tidak seperti Komite Skripsi, bukan?