Tuesday, February 24, 2015

Melihat Kecantikan Danau Biru di Pengaron, Banjar

Danau Biru, Simpang Empat Pengaron, Banjar

Danau Biru - Pengaron - Banjar


Ahad, 8 Februari 2015, pukul 10 pagi, lewat satu jam dari waktu yang telah disepakati, Tri dan dr. Teguh datang ke kontrakanku. Sekarang giliranku menjemput Bang Yudis, sang penunjuk ke jalan kebenaran, yang rumahnya hanya sekitar 100 meter dari kontrakanku. Kemudian, meluncurlah kami berempat dengan aku membonceng Bang Yudis, dan Tri membonceng dr. Teguh.
Tujuan kami adalah Danau Biru yang ada di daerah Simpang Empat Pengaron, Kabupaten Banjar. Danau yang sebenarnya merupakan bekas galian tambang batu bara. Di perempatan Jl. Veteran, kami berbelok ke kiri, ke jalan menuju Sungai Tabuk (jalan dalam) karena menurut teori jalan tersebut lebih dekat dibanding Jl. A. Yani (jalan luar). Namun di luar perhitungan, kami terjebak macet lantaran ada acara perkawinan sementara lebar jalan sangat sempit. Maka tak ada pilihan lain selain ikut merayap di antara kepadatan kendaraan, debu, dan cuaca panas yang membakar kulit. Setelah sekian lama, akhirnya kami terbebas dari macet. Kami pun melaju di atas jalanan lapang.
Namun hal itu tidak berlangsung lama,  selanjutnya kami disambut genangan banjir sehingga menahan dua motor yang kami tunggangi untuk melaju. Dengan tarikan gas seadanya tadi, akhirnya sampailah kami di kota intan, Martapura. Kerumunan santri dengan peci, sarung, baju putih, dan kitab yang terpegang di depan dada seolah menyambut siapa saja yang datang ke kota ini.
Perjalanan terus berlanjut. Sekitar satu jam dari Kota Martapura, tibalah kami di Simpang Empat Pengaron, di sini kami berbelok ke kanan, ke arah Benteng (dinamai demikian karena di sana terdapat benteng peninggalan Belanda).

Monday, February 23, 2015

Jalan-jalan ke Bukit Lintang dan Bukit Rimpi (Bukit Teletubbies) di Pelaihari, Tanah Laut, Kalimantan Selatan

Bukit Lintang - Bukit Rimpi
Bukit Lintang - Pelaihari - Tanah Laut
Bukit Lintang, Tanah Laut

Bukit Rimpi - Pelaihari - Tanah Laut
Bukit Rimpi, Tanah Laut


11 Januari 2015
Minggu, jam 7 pagi, saat di mana kehidupan belum benar-benar berlangsung di kontrakanku. Tapi tidak hari ini. Hari ini, aku, Tri dan Bang Yudis berencana akan ke Bukit Lintang dan Bukit Rimpi (Bukit Teletubbies), dua bukit di daerah Pelaihari yang akhir-akhir ini ramai dikunjungi (orang Banjarmasin, beberapa bulan ini, memang sedang keranjingan naik bukit!). Rencana memang tidak sepagi ini, tapi aku harus ke acara perkawinan Ka Shinta, teman yang juga pelangganku saat jual buku dulu, pelanggan yang membeli buku dengan alasan yang unik: ia membeli buku-buku Ernest Hemingway karena anaknya akan ia beri nama Ernest, padahal saat itu ia belum menikah apalagi punya anak. Ka Shinta membeli nyaris semua buku-buku karangan Ernest Hemingway, dan aku sudah menyiapkan kado untuknya tepat satu tahun lalu, sebuah buku Ernest Hemingway yang sudah cukup langka dan bisa kupastikan ia belum punya.
Sekitar pukul 8 aku tiba di Martapura, di tempat acara, setelah sebelumnya beberapa kali bertanya jalan. Tidak butuh waktu lama untuk aku menyerahkan kado ke bagian penerima tamu, makan, bersalaman, lalu pamit. Lega rasanya, buku itu sudah diserahkan pada yang bersangkutan, sebab selama satu tahun ini buku itu terus menggoda untuk jadi milikku saja. Haha…
Dari Martapura, aku mengambil Jalan Cempaka, sampai di Simpang Tiga Bati-Bati, aku mampir di warung gorengan dalam rangka menunggu Tri dan Bang Yudis. Kukira mereka telah tiba di sana lebih dulu, ternyata aku harus menunggu, menunggu yang lama, karena perlu waktu hampir satu jam hingga mereka muncul. Saat mereka tiba, aku tak perlu bertanya untuk tahu jawaban atas keterlambatan mereka: Tri mengajak dua orang temannya, keduanya perempuan (yang belakangan aku tahu nama mereka Iin dan Desty), dan Bang Yudis mengajar tiga orang temannya, satu laki-laki dan dua perempuan (yang laki-laki bernama Agung, dan yang perempuan satunya bernama Rita, satunya lagi aku sudah lupa siapa namanya). Maka berdelapan, kami melanjutkan perjalanan ke arah Pelaihari.