Monday, June 17, 2024

Cerpen Haruki Murakami: Keheningan

Cerpen Haruki Murakami: Keheningan


Jadi, aku berpaling ke arah Ozawa dan bertanya, pernahkah dia memukul orang lain karena suatu alasan?

"Apa yang membuatmu menanyakan itu?" Ozawa mengerutkan matanya padaku. Pandangan itu tampak tidak sesuai dengannya. Seolah-olah ada kilatan cahaya tiba-tiba yang hanya ia sendiri yang menyaksikannya. Sebuah kilatan yang secepat itu pula mereda, mengembalikannya ke ekspresi pasifnya yang semula.

Tidak ada alasan khusus, kataku, hanya terlintas begitu saja. Aku tidak bermaksud apa-apa, cuma penasaran. Mungkin seharusnya tidak usah kutanyakan.

Aku mencoba mengalihkan pembicaraan, tetapi Ozawa tidak benar-benar menanggapi. Dia tampak berada di tempat lain dalam pikirannya, seperti tenggelam atau ragu-ragu akan sesuatu. Aku menyerah melibatkannya dalam percakapan dan malah memandang keluar jendela pada barisan pesawat berwarna perak.

Aku tidak tahu bagaimana topik itu muncul. Kami menghabiskan waktu menunggu pesawat, dan dia mulai berbicara tentang bagaimana dia pergi ke gym tinju sejak SMP. Lebih dari sekali, dia dipilih untuk mewakili universitasnya dalam pertandingan tinju. Bahkan hari ini, pada usia tiga puluh satu tahun, dia masih pergi ke gym setiap minggu.

Aku hampir tidak bisa membayangkannya. Dia ini adalah orang yang sering aku ajak berbisnis; tidak mungkin dia tampak seperti petinju yang kasar dan berpengalaman selama hampir dua puluh tahun. Orang ini sangat pendiam; hampir tidak pernah berbicara. Namun, kamu tidak akan bisa menemukan orang yang lebih jujur darinya dalam kebiasaannya bekerja. Tanpa cela. Tidak pernah mendorong orang terlalu jauh, tidak pernah berbicara tentang orang lain di belakang mereka, tidak pernah mengeluh. Tidak peduli seberapa banyak pekerjaannya, dia tidak pernah meninggikan suaranya atau bahkan mengernyitkan alisnya. Singkatnya, dia adalah tipe orang yang tidak bisa tidak kamu sukai. Hangat, santai, sangat jauh dari apa yang bisa kamu sebut agresif. Di mana hubungan antara pria ini dan tinju? Mengapa dia mengambil olahraga itu di tempat pertama? Jadi aku bertanya pertanyaan itu.

Thursday, May 2, 2024

Cerpen Haruki Murakami: Halaman Rumput Sore Terakhir


Umurku harusnya sekitar 18 atau 19 ketika mulai memotong rumput, 14 atau 15 tahun silam. Kisah zaman baheula.

Namun, terkadang, 14 atau 15 tahun tidaklah begitu lama. Kalau kuingat-ingat, saat itulah Jim Morrison menyanyikan "Light My Fire," atau Paul McCartney dengan "The Long and Winding Road"-nya—mungkin pula keduanya bukan di tahun-tahun itu, ingatanku tentang tahun-tahun itu agak berantakan, masalahnya kedua lagu itu tidak pernah jadi hits dan itu benar-benar sudah lama sekali. Maksudku, kurasa aku sendiri tidak banyak berubah sejak saat itu.

Tidak, kutarik kata-kata itu. Aku yakin tentunya aku banyak berubah. Terlalu panjang kalau harus kujelaskan.

Oke, aku sudah berubah. Dan perubahan-perubahan ini terjadi selama kurun 14, atau 15 tahun terakhir.

Di lingkunganku —aku baru saja pindah ke sana— ada SMP Negeri, dan setiap aku keluar baik untuk belanja atau jalan-jalan, aku pasti melewatinya. Jadinya aku selalu melihat anak-anak SMP, entah mereka berolahraga, menggambar atau hanya bermain-main. Bukannya aku suka melihat mereka; tapi memang tidak ada hal lain untuk dilihat. Bisa saja sih aku melihat deretan pohon sakura di sebelah kanan, tapi ya, mending melihat anak-anak SMP.

Maka seiring berjalannya waktu, dengan melihat anak-anak SMP ini setiap hari, suatu hari aku tersadar. Mereka semua baru berusia 14 atau 15. Bagiku itu fakta yang menarik, sesuatu yang mengejutkan. Empat belas atau lima belas tahun yang lalu, mereka bahkan belum lahir; jika pun sudah, mereka tidak lebih dari gumpalan daging merah muda setengah sadar. Dan di sinilah mereka sekarang, sudah memakai bra, masturbasi, mengirim kartu pos kecil bodoh ke DJ, merokok di belakang ruang olahraga, menulis FUCK di tembok orang dengan cat semprot merah, membaca—mungkin—War and Peace. Fiuh, untunglah itu sudah berlalu.

Aku beneran. Fiuh.

Aku, 14 atau 15 tahun yang lalu, memotong rumput.


***

Cerpen Haruki Murakami: Keheningan