Saturday, June 28, 2014

Lelaki Dilarang Menangis

buku kumpulan cerpen Lelaki Dilarang Menangis - Zian Armie Wahyufi
Judul: Lelaki Dilarang Menangis (Kumpulan Cerpen)
Penulis: Aliansyah Jumbawuya & Zian Armie Wahyufi
Penerbit: Penakita Publisher (Juni 2014)
Tebal: iv + 120 halaman
Harga: Rp 35.000,- (Pemesanan sms 089673157485)

Inilah buku kumpulan cerpen yang pertama kalinya memuat 'cerpen-cerpen' saya. Sebelumnya, cerpen-cerpen saya memang pernah dibukukan, tapi hanya ada satu cerpen di satu buku, dan itu tentu tidak bisa disebut 'cerpen-cerpen'. Tapi meskipun ada lebih dari satu cerpen saya yang dimuat di buku ini, tetap saja ini masih kumpulan cerpen bersama, artinya bukan kumpulan cerpen solo. Ada Pak Aliansyah Jumbawuya dan saya sendiri sebagai penulisnya, masing-masing kami menyodorkan tujuh cerpen.
Bicara soal cerpen, saya sendiri pun sebenarnya masih ragu apakah bisa sesuatu yang saya tulis itu disebut cerpen. Dan andaipun bisa, perlu saya tegaskan di sini bahwa sesuatu yang saya tulis yang disebut cerpen itu kualitasnya sangatlah mengenaskan.
Cerpen (perkenankan saya menyebutnya demikian) saya yang dimuat di buku ini adalah cerpen-cerpen lama, yang rata-rata saya tulis tahun 2011. Karena memang, sudah lama sekali saya tidak menulis cerpen. Ada sih cerpen yang cukup baru, tapi itu pun jelek sekali. Mungkin karena terlalu lama tidak menulis cerpen jadi kualitas cerpen saya yang sebelumnya sudah buruk sekarang tambah buruk lagi.
Ah, tapi walau bagaimanapun, buku ini tetap saya persembahkan, untuk yang saya cintai, dan yang mencintai saya...

Wednesday, June 25, 2014

Pada

Pada lelahmu, pada lelahku
Pada dingin, pada angin
Ada retakan kisah yang kususun di depan
Ada serpihan jejak yang kautinggal di belakang

Tuesday, June 10, 2014

Ibu...

Pagi tadi pulang ke rumah untuk mengambil baju-baju kotor buat dicuci. Ternyata Ibu masih di rumah dan baru akan berangkat mengajar.
"Cuci baju dulu, terpaksa terlambat ke sekolah..." jelas Ibu. Melihat aku yang datang tidak pada waktu kebiasaan, Ibu kemudian bertanya, "Uang belanja pian habis?"
Aku ingin menjawab tidak, tapi itu berarti berbohong. Uang belanjaku memang sedang habis. Aku pun menjawab iya. Ibu lantas mengambilkan uang.
"Cukup?" tanya Ibu.
"Inggih, cukup." Bahkan lebihan.
"Ya sudah, Mama berangkat dulu. Nanti jangan lupa pintunya dikunci."
Ibu berangkat, dan aku kemudian memasuki kamarku.
Saat memasuki kamar, ternyata baju-baju kotorku sudah tidak ada di sana, baru saja dicuci Ibu!