Sunday, April 2, 2017

Yang Kumaksud dengan 'Kacau'



Penyakit suntuk itu kambuh lagi. Mengurung diri di kamar seharian. Mencoba keluar, menaiki motor memutari kota tanpa tujuan apa pun, hingga lelah, dan kembali membusuk dalam kamar. Pergi ke tempat kerja, malas menyapa orang-orang, dan langsung pulang ketika jam kerja berakhir. Mencoba bermain catur online, tapi selalu kalah karena tak bisa konsentrasi. Memandangi HP dengan perasaan bingung. Tidak bisa membuat kalimat tepat dan justru menyakiti orang yang mendengar. Malas membalas chat. Malas mandi. Malas makan. Ogah membaca buku. Memukul-mukul bantal dan memaki diri sendiri.
Udara terasa pekat. Siang terasa sunyi, keributan seperti hanya ada di kepala sendiri.
Kembali lupa letak barang-barang. Kembali ketinggalan charger, bahkan HP. Menghapus akun-akun sosial media. Berbaring di teras memandangi langit. Membiarkan pakaian kotor menumpuk. Musik-musik terasa hambar. Film-film terasa menjengkelkan.
Aku menjadi sinis. Aku mulai membenci orang-orang di dekatku, bahkan mereka yang ingin menyembuhkanku.
Aku ingin pergi jauh, tapi aku bahkan enggan beranjak walau satu langkah. Aku ingin melupakan. Namun, aku bahkan tak tahu apa yang mesti kulupakan. Aku ingin waktu menyembuhkanku, tetapi waktu justru semakin kejam padaku.
Aku ingin napas yang lebih dalam. Hujan yang rinai. Malam yang lebih gigil. Aku ingin tidur yang nyenyak. Aku ingin menjadi bocah kecil lagi. Berenang di sungai berjam-jam sepulang sekolah. Mengejar layangan putus. Membuat rumah-rumahan di hutan. Aku ingin dunia menjadi ajaib lagi. Aku tidak ingin hal-hal yang pasti. Aku ingin menjadi orang lain, mungkin dirimu. Duduk di kursi nyamanmu dan menikmati matahari tenggelam.
Aku mencintai sepiku. Namun aku benci diriku. Aku ingin meminjam tawamu. Aku ingin menghiburmu, agar aku merasa sedang baik-baik saja. Aku menginginkan banyak hal, sekaligus tak tahu apa yang sebenarnya kuinginkan.
Aku marah. Aku kecewa. Namun tak tahu marah pada siapa, kecewa atas apa.
Aku menatap cermin, dan tidak tahu wajah siapa di sana. Dan aku begitu benci dengan wajah itu.
Ya, ini memang aku. Ya, ini hidupku. Ya, ini karmaku. Ya, kamu tidak perlu peduli dengan semua itu. Aku akan menjawab pertanyaanmu dengan ya, ya, dan ya. Tapi berhentilah bertanya. Berhentilah memintaku sembuh, karena aku tidak ingin sembuh.
Bencilah aku. Jahatlah padaku. Aku perlu itu.

No comments:

Post a Comment