Tuesday, October 18, 2016

Manfaatkan Libur Singkat ke Air Terjun Mandin Tangkaramin dan Air Terjun Riam Hanai, Loksado, Kalimantan Selatan

Mendapati jadwal dinas Lepas-Libur-Malam rasanya seperti menemukan intan di tengah hamparan pasir. Seolah libur tiga hari. Memanfaatkan itu, aku ke rumah keluarga di Rantau dan Padang Batung, kecamatan yang bersebelahan dengan Loksado.
Jumat pagi, aku tiba di rumah sepupuku di Padang Batung tanpa memberi tahu sebelumnya. Beruntung Ansari, keponakanku, ada di rumah.
Aku mengajaknya (baca: minta antarkan) ke Air Terjun Mandin Tangkaramin. Ia mengusulkan agar berangkat setelah jumatan saja.
Maka bakda shalat Jumat, kami pun berangkat.

Air Terjun Mandin Tangkaramin terletak di Desa Malinau. Rute menuju air terjun ini sama dengan rute jalan tembus ke Batulicin, jadi kalau kamu melihat papan penunjuk arah menuju Batulicin, ikuti saja jalannya, hingga nanti ketemu plang dengan tulisan Air Terjun Mandin Tangkaramin (kalau bingung, sebaiknya bertanya saja pada penduduk setempat).
Dari jalan utama, kami masuk ke jalan setapak sekitar 3 km. Jalan setapak ini sudah disemen dan bisa dilewati dengan motor, namun harus sangat hati-hati kalau tidak ingin terperosok ke jurang (Tips: gunakan klakson untuk memberitahu kalau-kalau ada orang lain dari arah berlawanan). Tidak lama, terdengar keributan air yang jatuh, kemudian, tampklah Air Terjun Mandin Tangkaramin di depan mata kami.





Kami menghabiskan waktu cukup lama di sini, dan karena masih belum begitu sore kami lanjut mendatangi Air Terjun Riam Hanai.
Air terjun ini berada di Desa Lok Lahung, Kecamatan Loksado. Sebelum sampai kamu akan melewati Balai Adat Malaris, lalu Air Terjun Riam Barajang yang tidak begitu tinggi dan debit airnya sedikit karena saat kami ke sini bukan pada musim hujan.

Dari lokasi Air Terjun Riam Barajang, perlu jalan kaki tidak begitu jauh untuk sampai ke Air Terjun Riam Hanai.
Dan beginilah penampakannya.



Meski tidak setinggi Mandin Tangkaramin, debit air Riam Hanai jauh lebih banyak, sehingga menimbulkan arus memutar yang kuat di tempat jatuhnya. Perlu hati-hati ketika berenang di sekitarnya, jangan sampai berada terlalu dekat dengan tempat jatuhnya air, karena bila sampai ke sana, tubuh akan terbawa oleh arus yang memutar tersebut dan sangat sulit keluar dari sana. Kehabisan tenaga, tenggelam, dan kehilangan nyawa, adalah serangkaian hal yang akan terjadi selanjutnya. Tidak sedikit yang telah menjadi korbannya.
Bahkan, saat aku tiba di sana, masih ada police line yang tersisa, menggantung di ranting tumbuhan sekitar air terjun.
Kata Ansari, baru lebaran Idul Fitri tadi, seorang mahasiswa UGM yang sedang KKN meninggal, menjadi korban kuatnya arus memutar yang menarik tubuh ke dalam kebawahan tempat jatuhnya air tersebut.
Tak ayal, cerita itu membuatku bergidik. Mungkin si mahasiswa ikut-ikutan adegan keren di acara My Trip My Adventure di mana presenternya loncat dari atas air terjun yang mereka kunjungi, dan si mahasiswa malang itu tadi melompat langsung ke tempat jatuhnya air yang membuatnya terjebak di sana, tidak bisa keluar dari kuatnya arus yang berputar. Benar-benar tidak keren.
Hingga sekitar pukul lima sore barulah aku dan Ansari pulang, setelah puas berenang dan loncat-loncat.

***

Langit mendung saat aku dan Ansari tiba di rumahnya. Aku bergegas kembali ke rumah keluargaku yang di Rantau, meskipun orangtua Ansari, keponakanku, menyarankan untuk menginap di rumah mereka saja.
Aku masih memiliki libur satu hari. Paginya, sebelum pulang ke Banjarbaru, bersama pamanku kami ke warung tempat di mana pemain-pemain catur hebat di Rantau berkumpul dan, tentunya bertanding. Aku mencoba menantang, dan berakhir dengan skor 1-1. Sudah jam satu siang saat babak kedua itu selesai. Aku tak bisa bermain barang satu papan lagi. Jarak Rantau dan Banjarbaru memang tidak terlalu jauh, hanya sekitar dua setengah jam, namun aku juga memiliki janji hari itu untuk bertemu teman dari jauh, di Banjarmasin. Tak apa, setidaknya aku tidak meninggalkan 'hutang' di warung itu.
Dalam perjalanan pulang, aku teringat kalimat yang ditulis Hajriansyah:
Dan di sepanjang jalan Tapin ke Kabupaten Banjar itu saya melihat gunung-gunung telah merendah, sementara jalan-jalan beraspal makin meninggi; para penadah sumbangan rumah ibadah mempersempit jalan beraspal itu...()

No comments:

Post a Comment