Friday, June 3, 2016

Aku Hanya Seorang Sial yang Seringkali Beruntung (Part 3)

Sehari setelah aku memberikan kabar gembira pada Arif soal tawaran menjadi kepala ruangan OK, giliran Arif yang membawakanku sebuah kabar.
Pagi itu ia datang ke Kedai Kebun saat aku dan Bang Harie tengah bermain remi. Aku dinas siang, sehingga paginya bisa jaga kedai.
"Bro, kamu lulus Uji Kompetensi?" Tanya Arif.
"Hah? Memangnya sudah diumumkan?"
"Sudah, bro. Aku lulus. Banyak yang tidak lulus ketimbang yang lulus."
Aku gugup. Jika tidak lulus, maka aku harus melewati proses panjang lagi: ikut try out lagi, mendaftar lagi, menunggu lagi, belajar lagi. Tapi aku mencoba tenang. Aku meneruskan permainan remi, yamg saat itu sudah jelas terlihat aku bakal kalah. Begitu permainan selesai, aku segera menyambar laptop dan mengetik URL ukners.dikti.go.id.

Kuklik link pengumuman hasil uji kompetensi ners, dan kuunduh dokumen untuk kampusku.
Ada lebih dari 10 halaman, dan karena namaku berada di urutan terakhir, aku harus bersabar menanti loading halaman demi halaman.
Kukatakan padanya, kalaupun toh aku tidak lulus, tetap saja kita jadi kepala ruangan.
"Eh Bro, buatkan minuman soya ya..."
Terpaksa aku beranjak. Membuatkan minuman untuk Arif. Kini Arif yang gantian menghadapi laptop.
Sambil membuatkan soya, aku mendengar Arif dengan tertawa meneriakkan nama-nama teman kami, nama-nama orang pintar yang seharusnya lulus tapi ternyata tidak. Bahkan, yang saat wisuda Ners mendapat cumlaude, justru tidak lulus, bahkan, yang saat ini sudah menjadi dosen, tidak lulus juga.
Gawat!
Saat aku kembali dengan soya pesanan Arif, ia menghalangiku untuk mendekati laptop, barang paling berharga saat ini yang sudah seperti buku catatan amal milik malaikat, jika banyal dosa masuk neraka, jika banyak pahala masuk surga.
"Sudah Bro, tidak usah dilihat, nanti sakit hati."
Arif tertawa. Aku jengkel. Dengan sekuat tenaga, akhirnya aku berhasil menyingkirkan tubuhnya.
Kini, aku kembali duduk di hadapan laptop. Kugulung scroll ke halaman paling bawah tanpa peduli nama-nama yang lain. Aku mencari huruf Z. Kemudian, sampailah pada namaku...

***

Bicara tentang kesialan, kupikir, aku memang sudah bersahabat dengan kata itu. Nyaris tiap hari aku mengalaminya. Setiap bermain kartu atau domino, selalu aku mendapat kartu buruk. Setiap aku menang lomba, selalu saja, tidak lebih dari juara tiga, dan seringkali hanya sebagai pemenang harapan. Setiap sampai di lampu lalu lintas, entah bagaimana, nyaris selalu ketika lampu itu baru saja berubah warna menjadi merah. Setiap ujian semester, selalu mendapat kursi di tengah kawan-kawan yang "sulit diandalkan". Jika aku melakukan pelanggaran aturan pondok, acapkali justru aku yang ketahuan, padahal aku cuma ikut-ikutan. Kalau ada sesuatu yang tidak beres di rumah, lantas Ibu marah-marah, maka bisa dipastikan, akulah yang mendapat "marah-marah" itu, padahal belum tentu ketidakberesan itu ulahku. 
Bisa dibilang, sepanjang hari, yang kujalani hanyalah berpindah dari satu kesialan pada kesialan yang lain. Keberuntungan bagiku menjadi cukup sederhana, cukup dengan menjalani satu hari tanpa kesialan. Entah karena dosa apa, sepertinya aku memang sudah ditakdirkan menjadi seorang sial.

***

Kemudian, sampailah pada namaku...
Zian Armie Wahyufi.
Kompeten.
Aku lulus, wow! Sekarang negara sudah mengakui aku kompeten sebagai seorang perawat. 
Dan pagi itu, di Kedai Kebun, aku dan Arif kembali tertawa bahagia. Siangnya, aku dinas dengan senyum bahagia. Malamnya, aku tidur sambil tersenyum bahagia, dengan mimpi buruk yang, entah kenapa, tetap saja rasanya membahagiakan. []

No comments:

Post a Comment