Thursday, March 6, 2014

Untuk Mesjid Baiturrahman yang di Depan, Pimpinan Habib Anu

Ini baru saja terjadi, sekitar satu jam lalu. Sebuah salam yang cukup mantap terdengar dari pintu depan. Aku keluar kamar. Seorang pemuda dengan kemeja kotak-kotak yang dimasukkan ke dalam celana hitam licin serta dengan sepatu pantofel berdiri di depan pintu. Ia menjabat tanganku. Sales, sepertinya. Tapi dugaanku salah.
"Dari mesjid Baiturrahman mas. Ada gotong royong satu bulan sekali." Aku suka gotong royong. "Juga mau ada habsyian. Pimpinan habib anu."
Lalu aku disodorkan map berisi daftar penyumbang. Saat itu juga aku menyadari, penipuan paling klise sedang coba dilancarkan. Di kertas itu sudah ada 7 nama penyumbang, ada yang menyumbang 40 ribu, 50 ribu, bahkan 100 ribu.
"Silakan, nomor delapan mas." Ia tersenyum.
Baiklah, kini giliranku. "Mesjid Baiturrahman ya... Itu di mana ya?"
"Di depan mas. Pimpinan Habib anu... Masa mas nggak tahu?"
"Di depan di mana ya?"
"Ya di depan mas. Mesjid Baiturrahman..."
"Di depan namanya Mesjid Arrahim."
"Ini ada fotonya mas. Coba mas buka di halaman belakang."
Aku menuruti permintaannya. Memang ada foto-foto mesjid di sana, namun entah mesjid di mana.
"Ada izin dari kepala RT nggak, atau dari lurah?"
"Ada mas, coba buka di belakangnya lagi."
"Nggak, maksud saya RT sini."
"Wah, kalau itu nggak ada mas."
Aku tersenyum. Pertahanannya sudah ambruk. Lalu kubalik lagi ke halaman di belakangnya. Ada beberapa cap di bawah suratnya. Stempel Kecamatan Anjir, stempel Desa Entah Apa, dan stempel-stempel lain.
"Lho, katanya tadi mesjid di depan, kok ini ada stempel kecatamatan Anjir?"
Kutatap wajahnya. Ia tidak menjawab. Meski masih mempertahankan senyumnya, namun jelas ia sangat gugup dan tidak menduga mendapat serangan seperti ini.
Karena ia masih terdiam, dan aku cukup kasian, maka kukembalikan mapnya tadi dan kututup percakapan itu.
"Ya sudah, karena tidak ada izin dari RT sini, saya belum bisa bantu." Ia langsung berbalik. Bahkan tak lagi menghadap ke arahku saat aku bilang "Ini buat jadi pembelajaran mas juga kan." Tanpa pamit ia segera beranjak.
Padahal, seandainya ia tak buru-buru mau pulang, aku mau menawarkan mengantarnya ke rumah Pak RT.

No comments:

Post a Comment