Sunday, December 29, 2013

Review Buku: Parangmaya (Kumpulan Cerpen Aliansyah Jumbawuya & LisMaulina)

Judul: Parangmaya
Penulis: Aliansyah Jumbawuya & Lis Maulina
Penerbit: Scripta Cendekia
Cetakan: I (2013)
ISBN: 979-17199-3-4
Tebal: iv + 124 halaman

Cerpen Parangmaya yang dipilih menjadi judul buku kumpulan cerpen ini tampak menyajikan banyak sekali konflik.
Konflik pertama ialah keharusan sang tokoh utama, Yusak, pergi ke kota meninggalkan kampung halamannya ‘yang tercinta’ demi memajukan kampungnya tersebut yang selama ini ‘tidak diperhatikan pemerintah’.
Ketika sekolah di kota, konflik muncul lagi. Ia sering diejek udik oleh teman sekolahnya, Ariel.
Konflik berikutnya ialah ditinggal Pak Setya, orang yang selama ini membiayai sekolahnya selama di kota dan yang selalu memberinya semangat.
Kemudian barulah konflik yang lebih berat, Yusak sudah kuliah dan menjadi aktivis. Yusak berencana “menyerang” Haji Badar, bos batubara yang ‘banyak mengakibatkan kerusakan dan merebut lahan’ yang ‘dibekingi petinggi kepolisian hingga menteri’. Akan tetapi, tidak ada teman aktivis Yusak yang berani membantunya.
Konflik selanjutnya semakin berat. Yusak dijebak ketika diundang menghadap Haji Badar. Haji Badar memancing emosinya, dan ia pun tersulut emosi. Sebuah mandau kemudian diletakkan di dekat Yusak lalu tiba-tiba polisi datang. Ia dituduh membawa senjata tajam dan telah mengancam keselamatan orang lain. Ia dihukum 2 tahun penjara.
Saat ia sudah keluar dari penjara dan pulang ke kampung halaman, konflik kembali terjadi. Yusak sudah bertekad ingin melawan Haji Badar dengan jalan primitif: parangmaya. Akan tetapi, ia sudah memeluk Islam. Hal itu ia ceritakan pada Kitai Mangin, sepupu yang ‘sudah ia anggap saudara sendiri’. Kitai Mangin melarangnya melakukan hal tersebut.
Di ending, tampaknya penulis ingin membuat tipuan. Dari koran yang dibawa Pak Setya, Yusak tahu Haji Badar mati mengenaskan karena parangmaya. Bukan ia yang melakukannya, melainkan Kitai.
Karena banyaknya konflik tadi, cerpen ini menjadi kehilangan bobotnya karena tiap konflik jadi tidak tergarap denga maksimal. Bisa dibilang, cerpen Parangmaya seperti novel yang diringkas sependek mungkin. Padahal ada perbedaan mendasar antara cerpen dan novel, dan itu bukanlah soal jumlah halaman. Kesimpulan saya, Parangmaya bukanlah cerpen terbaik Aliansyah Jumbawuya.

No comments:

Post a Comment