Monday, July 8, 2013

Seorang Tante yang Anti Uang Receh

uang receh
Pernah bertemu orang yang begitu anti dengan uang receh? Saya mengalaminya, beberapa hari lalu.
Seperti biasa, pukul 6 sore saya ke warung makan langganan saya buat makan malam, sebuah warung masakan Padang yang berada di daerah Sultan Adam. Saya lebih suka dibungkus, lalu menyantapnya di rumah. Begitu pula hari itu. Saya dilayani oleh anak si pemilik warung, sementara ibunya, pemilik warung, melayani seorang tante yang baru saja selesai makan di sana bersama suaminya dan mau bayar.
Tante itu menyodorkan uang seratusan ribu. Pemilik warung pun membuka lacinya, mencari-cari uang kembalian. Tapi rupanya ia tidak menemukan uang yang pantas, sehingga mau tak mau menghitung uang receh yang ada untuk kembalian. Melihat itu, si tante langsung mengeluh, "Aduh... uang receh...!"

Ia mendatangi suaminya yang sudah duduk di atas motor untuk minta uang yang lebih kecil agar tidak perlu mendapat kembalian uang receh. Setelah itu si tante kembali ke kasir lalu menyerahkan uang yang lebih kecil tadi.
Namun rupanya uang yang lebih kecil itu pun masih mengharuskan si pemilik warung memberi kembalian uang receh yang besarnya dua ribu rupiah. Si tante anti uang receh tidak terima dan kesal. Saya yang berdiri di sampingnya jelas geram. Uang dua ribu receh saja kok dipermasalahkan?! Ingin saya berikan saja selembar uang dua ribu biar tante ini segera diam, atau kalau perlu saya ceramahi: ngapain sih uang dua ribu receh dipermasalahkan, kalo nggak suka ya masukin aja ke kotak sumbangan! (Kebetulan di warung tersebut memang standby kotak sumbangan untuk rumah sakit dhuafa).
"Tunggu ya mbak, saya cari ke dalam...," kata si pemilik warung.
Sementara pemilik warung ke dalam dan tante tadi menunggu di samping saya, pesanan saya beres.
"Berapa mas?" tanya saya pada si anak sambil mengeluarkan uang dari saku. Ada selembar sepuluh ribu dan dua lembar dua ribuan.
"Sepuluh mas," jawabnya dengan seulas senyum.
Saya serahkan selembar sepuluh ribuan. Tersisa empat ribu. Saya segera tahu akan saya apakan uang empat ribu tersebut. Dengan wajah seolah tak tahu apa yang terjadi, saya masukkan uang empat ribu itu ke kotak sumbangan.
Saya segera naik ke motor. Sebelum menekan tombol starter, saya tengok tante tadi. Ia tampak mengambil uang dari dompetnya kemudian memasukkannya ke kotak sumbangan.
Saya tersenyum, lalu menyalakan motor dan meninggalkan warung tersebut. Saya tidak tahu lagi bagaimana soal uang dua ribu tadi, namun saya puas, bisa mengajari tante tadi di mana tempat yang bagus buat menyimpan uang receh.[]

16 comments:

  1. Memberi contoh dengan tindakan memang lebih efektif :)

    ReplyDelete
  2. padahal mau saya ceramahi aja.. he

    ReplyDelete
  3. sudah kujelaskan arti hisab, tapi artikel ini lebih dari hisab karena beribadah mendahului takdir.....

    ReplyDelete
  4. klo saya saya terima dengan sendang hati gan recehnya, buat jimpitan sama ngasih pengemis dijalan hehehehe

    ReplyDelete
  5. cara paling elegan untuk mendidik ya dengan memberi contoh.
    good

    ReplyDelete
  6. hahaha... hanyar ini nah mendangar istilah beribadah mendahului takdir

    ReplyDelete
  7. kalo pengemis hati2 juga, kebanyakan pengemis sekarang banyak yg nipu...

    ReplyDelete
  8. mudahan tu tante sadar.. hehe

    ReplyDelete
  9. wah.. pahalanya ganda tuh mas :)

    ReplyDelete
  10. Wah wah. .saya sering tuh Masketemu orang sepert itu..gkgk malah ada yg anti uang lembaran :D

    ReplyDelete
  11. terus maunya uang apa? uang daun?

    ReplyDelete
  12. Bisa jadi.... :D
    maunya tu uang kertas yg kd lusuh..haha

    ReplyDelete
  13. ya lembaran jua itu namanya...

    ReplyDelete