Sunday, June 5, 2011

Review Novel Rumah Debu: Novel Ini Gue Banget!

rumah-debu2
Judul: Rumah Debu (novel)
Penulis: Sandi Firly
Penerbit: Tahura Media
Tebal: 156 halaman

Sebenarnya sudah begitu banyak yang menulis resensi mengenai novel ini, Rumah Debu karya Sandi Firly, dengan pembahasannya yang cukup mendalam dan deteil. Maka di sini saya hanya akan mengupasnya dari sudut pandang saya pribadi saja.

Cerita dimulai dengan Rozan yang meninggalkan tempat tinggal di sebuah pesantren di Martapura menuju Rantau atas perintah orang tuanya sendiri yang merupakan pimpinan di pondok pesantren tersebut, Guru Aran. Tujuannya ke Rantau adalah mendatangi Guru Zaman dan ikut tinggal bersama beliau yang merupakan orang dekat orang tuanya. Di Rantaulah sebagian besar kisah dalam novel ini berlangsung, hingga mengantar sang tokoh utama, Rozan menemukan jati dirinya.
Di sana Rozan juga terlibat konflik dengan orang-orang batu bara, juga keluarga dari bos batu bara tersebut. Lebih jelas mengenai ceritanya, baca saja langsung novelnya, pokoknya seru! (promosi tanpa bayaran, hehe)
Kesan saya saat membacanya adalah: gue banget! Pertama tentu saja karena tokoh utama, Rozan, seorang santri, sama seperti saya. Tidak seperti santri kebanyakan, Rozan lebih suka buku-buku sastra ketimbang kitab-kitab kuning, saya pun demikian. Selain itu, Rozan juga seorang blogger yang rajin menuliskan “curhat”nya di blog, juga sama dengan saya. Dan terakhir adalah karena setting di mana cerita-cerita di dalamnya berlangsung, yaitu Rantau, sebab meski saya sekarang tinggal di Marabahan (karena kedua orang tua bertugas di sana) saya adalah kelahiran Rantau yang mana keluarga saya banyak berdomisili di sana. Maka barang tentu ketika membaca Rumah Debu, saya merasa “menjadi” tokoh utama di sana.
Adapun kekurangannya, menurut saya, adalah nama tokoh utama yang kurang (atau tidak, atau bahkan sebaliknya, entahlah) islami. Agak janggal karena di sana Rozan dibesarkan sejak bayi oleh seorang Tuan Guru, dan tentunya Tuan Guru itulah yang memberinya nama. Dan yang disayangkan lagi adalah novel ini baru November 2010 tadi saja terbit. Andai terbit di bawah tahun 2008, tentu sangat tepat dengan kondisi jalan-jalan raya di daerah Rantau yang selalui dilalui truk-truk batu bara. Sedangkan sekarang para perusahaan batu bara sudah mempunyai jalan sendiri yang khusus untuk mereka—walaupun tanahnya sebagian dibeli dengan paksa (setahu saya). Jadi tampaknya tidak ada lagi di sini yang bisa dikritik oleh penulis kecuali masa lalu.

Namun demikian, hal tersebut tidak mengurangi kekuatan cerita dalam novel ini, dan dengar-dengar novel ini lolos masuk dalam UBUD WRITERS & READERS FESTIVAL. Selamat kepada Sandi Firly juga Rumah Debu-nya.

6 comments:

  1. duplicate konten jadinya...hhehe kayuhbaimbai.org...tapi sementara biarlah dulu.

    ReplyDelete
  2. Oh, brarti mun mosting d kayuhbaimbai postngan lain ja berarti lah. Oke deh. . . Hehe

    ReplyDelete
  3. ada kah novel olahan orang kalsel? handaak.. di gramed ada kada lah? :-?

    ReplyDelete
  4. Kadada rasanya. Mesan ja gen lwn uln, kna uln antarkan. Dmna grang pian?

    ReplyDelete
  5. Hndk nukr dtangi k bnjr. Haha

    ReplyDelete