Wednesday, November 25, 2009

Satu Senja di Tepian Barito



Bayang-bayang telah meregang
Menahan sesak sebelum malam
Ah, boleh aku bertanya?
Kala kulihat kebekuan luka
Masihkah kita mencicil duka?

Sungai Barito yang bisu
Yang menjingga serupa masa lalu
Sesal ditelan kenangan seperti jejak-jejak ilung
Aku menoreh harap, meski hati berwujud sendu

Sesal angin yang kuuntaikan dengan tasbih
Riak sungai merangkul jiwaku yang kecil
Kemana kau pergi?
Aku menggigil dalam sunyi


(Dimuat di harian Radar Banjarmasin, edisi Minggu, 20 Desember 2009 dan dibukukan dalam antologi puisi Teriakan Bisu)

18 comments:

  1. akhirnya aku bisa posting juga...dan itu perlu perjuangan banget...

    ReplyDelete
  2. tak ada yang perlu di sesali
    yang harus dilakukan adalah memperbaiki apa yang di sesalakan

    ReplyDelete
  3. @ Safar
    Yang penting tetap semangat.
    @ Zulhaq
    Masya Allah, baru minta obat di RSJ ya? Atau baru disembur ustadz?

    ReplyDelete
  4. Lagi maunjun kh kisahnya ni ditepian sungai barito? Tapi kada dapat2 lah,wkwkwk

    ReplyDelete
  5. @ Izuel
    Bungul banar, tuhuk aku baulah puisi cinta sampai tajungkang tabulangkir, disambatnya puisi maunjun! Awas kam mun tatamu ku di kopdar kaina!

    ReplyDelete
  6. Hahaha kaya kantut muhanya. . . .Kayapa2 kah puisix,tasarah dstu haja,asal situ bahagia,kawan bahagia jua. . .Hahay

    ReplyDelete
  7. Jiha........, dpt puisi bgs nc...., copy ah...

    ReplyDelete
  8. @ m. Ansyar
    jgn dicopy2, tu gasan adingku.

    ReplyDelete
  9. hmmm...sepertinya ada kenangan di jembatan barito,,,?

    ReplyDelete
  10. ini tentang kenangan di suatu tempat ya...

    ReplyDelete
  11. [...] yang bisa masuk itu seleksinya cukup sulit. Tulisanku yang dimuat hari ini itu ialah dua puisiku: Satu Senja di Tepian Barito, dan Doa Bersama Hujan. Terima kasih untuk Bung Randu Alamsyah yang berkenan memuat puisiku itu. [...]

    ReplyDelete
  12. Maaf atas ketidaknyamanannya. Tapi tenang, sekarang sudah bisa dibaca.

    ReplyDelete
  13. [...] yang bisa masuk itu seleksinya cukup sulit. Tulisanku yang dimuat hari ini itu ialah dua puisiku: Satu Senja di Tepian Barito, dan Doa Bersama Hujan. Terima kasih untuk Bung Randu Alamsyah yang berkenan memuat puisiku [...]

    ReplyDelete
  14. [...] bara, ilung / enceng gondok, dan banyak lagi (mengingatkanku pada puisi yang pernah aku tulis dulu: Satu Senja di Tepian Barito). Setelah kelotok sudah hampir sampai ke jembatan Rumpiang, kepada driver kuminta untuk berputar, [...]

    ReplyDelete