Sesaat aku kembali ke dimensi-dimensi waktu yang lampau, di tempat-tempat yang berbeda, dengan kultur budaya yang beraneka ragam.
Napasku sesak. Aku berada di tengah lautan. Tiba-tiba seekor ikan paus menuju ke arahku. Aku takut dan cepat-cepat berenang, menjauh dari bahaya ikan raksasa itu.
"DDDHHHHAAAAAAARRRRR....!!!!!!!!!!!!"
Lautan itu hilang, dan aku sekarang barada di tengah peperangan. Aku sekarang ialah seorang pejuang yang berperang melawan Belanda.
"DDDHHHHAAAAAAARRRRR....!!!!!!!!!!!!"
Suara meriam kembali terdengar.
"Woy..., cepat lari! jangan di sana!" kata seseorang dengan ikat kepala berwarna merah putih. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari ke tempat yang mungkin aman.
Aku masuk ke sebuah rumah khas Banjar, rumah bubungan tinggi. Di dalamnya, ukiran-ukiran di kayu ulin dengan motif kaligrafi menghiasi ruangan itu.
Aku lalu ke belakang, dan tiba-tiba aku terjatuh. Dan kini aku terduduk di atas rumah lanting. Hidup dan beraktifitas di atas sungai.
Tidak lama, aku kemudian terlempar dan berada di tempat orang-orang yang sedang basalamatan. Demi menghilangkan penasaranku, kutanya pada orang tua di sampingku yang memakai kupiah jangang. Oh, ternyata ada yang basunatan. Memang benar, aku mendengar seorang anak menjerit histeris.
Aneh, suasana seketika berubah. Dan di hadapanku ialah orang-orang yang sedang mengurus jenazah. Di sudut ruangan, kulihat Al Qur'an Muqaddam bertumpuk di atas rihal.
Belum sempat aku ikut shalat kifayah, aku sudah berada di Majelis Ta'lim Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Beliau membacakan kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan karangan beliau sendiri.
Hah! Suasana berganti lagi. Aku kini berada di daerah Tapin. Aku di dalam Mesjid. Anehnya, bergantungan ayunan bayi yang berhias-hias di dalam mesjid ini. Sedangkan orang-orang sedang merayakan Maulid Nabi.
Secepat kilat, aku merasakan tubuhku menjadi kecil, layaknya waktu kelas 4 SD. Dan aku tengah membantu julak Igan manitik parang. Aku mengompa udara agar panas tetap stabil.
Baru sebentar, aku dewasa kembali. Ah, tidak, aku bahkan jadi lebih tua. Aku memakai baju pengantin, sedang di sampingku seorang wanita yang sungguh cantik, juga memakai pakaian pengantin. Istriku kah dia? Dia lalu tersenyum kepadaku. Ah.... Indah....
Oh, tidak! Itu cuma sebentar. Kini aku sudah semakin tua. Aku berada di daerah rawa-rawa. Mungkin di Nagara. Aku harus maarak hadangan-hadanganku agar masuk ke kandang karena sekarang sudah sore.
Tubuh dan pakaianku masih basah. Namun hadangan-hadangan dan padang rawa itu hilang. Di tanganku malah ada sebuah rinjing yang fungsinya bukan lagi untuk memasak, tapi untuk memilah-milah karangan yang mungkin saja ada intan di antaranya.
Hari kembali siang. Orang-orang ramai berkerumun. Begitu kudekati, ternyata mereka sedang melihat permaina adu gasing.
Aku tidak lama di sana, karena kulihat di tempat lain ada pertunjukan yang sepertinya lebih menarik. Wah, ternyata ada tari topeng.
"Zian! Turun yu....! Buhannya sudah di bawah"
Suara dari seorang teman blogger itu mengejutkanku sekaligus menarikku kembali ke tempat asalku.
Aku kemudian mengikutinya menuruni tangga dari sebuah bangunan bernama Museum Lambung Mangkurat.
Kapan-kapan, aku harus mengajak keluargaku ke sini, pikirku.[]
24 Januari 2010
Napasku sesak. Aku berada di tengah lautan. Tiba-tiba seekor ikan paus menuju ke arahku. Aku takut dan cepat-cepat berenang, menjauh dari bahaya ikan raksasa itu.
"DDDHHHHAAAAAAARRRRR....!!!!!!!!!!!!"
Lautan itu hilang, dan aku sekarang barada di tengah peperangan. Aku sekarang ialah seorang pejuang yang berperang melawan Belanda.
"DDDHHHHAAAAAAARRRRR....!!!!!!!!!!!!"
Suara meriam kembali terdengar.
"Woy..., cepat lari! jangan di sana!" kata seseorang dengan ikat kepala berwarna merah putih. Tanpa pikir panjang, aku langsung berlari ke tempat yang mungkin aman.
Aku masuk ke sebuah rumah khas Banjar, rumah bubungan tinggi. Di dalamnya, ukiran-ukiran di kayu ulin dengan motif kaligrafi menghiasi ruangan itu.
Aku lalu ke belakang, dan tiba-tiba aku terjatuh. Dan kini aku terduduk di atas rumah lanting. Hidup dan beraktifitas di atas sungai.
Tidak lama, aku kemudian terlempar dan berada di tempat orang-orang yang sedang basalamatan. Demi menghilangkan penasaranku, kutanya pada orang tua di sampingku yang memakai kupiah jangang. Oh, ternyata ada yang basunatan. Memang benar, aku mendengar seorang anak menjerit histeris.
Aneh, suasana seketika berubah. Dan di hadapanku ialah orang-orang yang sedang mengurus jenazah. Di sudut ruangan, kulihat Al Qur'an Muqaddam bertumpuk di atas rihal.
Belum sempat aku ikut shalat kifayah, aku sudah berada di Majelis Ta'lim Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari. Beliau membacakan kitab Sabilal Muhtadin yang merupakan karangan beliau sendiri.
Hah! Suasana berganti lagi. Aku kini berada di daerah Tapin. Aku di dalam Mesjid. Anehnya, bergantungan ayunan bayi yang berhias-hias di dalam mesjid ini. Sedangkan orang-orang sedang merayakan Maulid Nabi.
Secepat kilat, aku merasakan tubuhku menjadi kecil, layaknya waktu kelas 4 SD. Dan aku tengah membantu julak Igan manitik parang. Aku mengompa udara agar panas tetap stabil.
Baru sebentar, aku dewasa kembali. Ah, tidak, aku bahkan jadi lebih tua. Aku memakai baju pengantin, sedang di sampingku seorang wanita yang sungguh cantik, juga memakai pakaian pengantin. Istriku kah dia? Dia lalu tersenyum kepadaku. Ah.... Indah....
Oh, tidak! Itu cuma sebentar. Kini aku sudah semakin tua. Aku berada di daerah rawa-rawa. Mungkin di Nagara. Aku harus maarak hadangan-hadanganku agar masuk ke kandang karena sekarang sudah sore.
Tubuh dan pakaianku masih basah. Namun hadangan-hadangan dan padang rawa itu hilang. Di tanganku malah ada sebuah rinjing yang fungsinya bukan lagi untuk memasak, tapi untuk memilah-milah karangan yang mungkin saja ada intan di antaranya.
Hari kembali siang. Orang-orang ramai berkerumun. Begitu kudekati, ternyata mereka sedang melihat permaina adu gasing.
Aku tidak lama di sana, karena kulihat di tempat lain ada pertunjukan yang sepertinya lebih menarik. Wah, ternyata ada tari topeng.
"Zian! Turun yu....! Buhannya sudah di bawah"
Suara dari seorang teman blogger itu mengejutkanku sekaligus menarikku kembali ke tempat asalku.
Aku kemudian mengikutinya menuruni tangga dari sebuah bangunan bernama Museum Lambung Mangkurat.
Kapan-kapan, aku harus mengajak keluargaku ke sini, pikirku.[]
24 Januari 2010
katanya wisata blogger
ReplyDeletekok fotonya cuma satu :P
Museum Lambung Mangkurat? Wih, saya jarang jalan-jalan ke Museum. Iya, sayang fotonya cuma ada satu...
ReplyDeletewah kok malah kaya cerita pinokio...
ReplyDeletetheme baru zyan? hehhhe udah ga item lagi ya :)
ReplyDeletebangunannya unik ya , bundo mau juga diajak zyan ke sana.
kekna seru banget ya jalan jalanya
ReplyDeleteJust looking ....
ReplyDelete@ anno
ReplyDeletekebanyakan nanti loadingnya lama
@ isnuansa
nah, berarti mulai sekarang harus rajin, biar lebih kenal budaya kita.
@ sauskecap
hah? Pinokio?
@ nakjaDimande
oke, nanti bundo saya ajak.
@ pelintas batas
seru dong...
@ Edelweis
silakan.
salam pak dari saya
ReplyDelete@ didtav
ReplyDeletesalam kenal juga. Tapi saya baru 18 tahun ya, jadi nggak pantas dipanggil bapak.
Sakali-kali pang ke Abad IV ... rami tu pang
ReplyDelete@ Ersis Warmansyah Abbas
ReplyDeleteWah, kada kawa membayangkan mun kaitu.
kada sempat tedampar di museum lukisan solihin rupanya... lain kali mampir ke sana, siapa tahu sempat betakun wan sidin perihal sao paulo semasa bersama (pelukis) affandi dan kusnadi.
ReplyDelete@ hajriansyah
ReplyDeletekena ai wayah-wayah. Pabila kah.
hmm. seruu...museum skg sudah jrg dkunjungi sprtinya
ReplyDeletesalam:)
_www.assyafakita.blogspot.com
cerita yang unik....
ReplyDeletehari ini saia berkunjung k 'rumah2' blogger...dan mendapatkan 3 blog yang memposting museum ini...
ReplyDeletejadi penasaran....
@ assyafa anasta
ReplyDeleteMakanya, dari sekarang harus rajin-rajin ke Museum
@ shafrida
Oh ya?
@ cHie
Haha... Ada lomba soalnya, dan saya kalah, hiks...
Ih, . Lcu. . He. . Cntik ya pngantin x. He. .
ReplyDeleteKamu aja ya yg jadi mempelai perempuannya?
ReplyDeleteHe. . Kk lcu. . Hti2, ntar yg blm kmbali sma kk mrh. .
ReplyDeleteWah, itu cuma lirik....
ReplyDelete