Ada yang berbeda pada Idul Fitri kali ini. Jika biasanya siang sampai sore hanya kuhabiskan untuk tidur, maka kali ini aku memanfaatkannya untuk menepati janjiku, yaitu bertandang ke rumah kawan bernama Ansor lamak yang berada di daerah Binuang.
Dari jam 2 siang aku bertolak dari rumah nenek di daerah Rantau, tepatnya di desa Parigi, Kecamatan bakarangan.
Tak seperti yang kubayangkan, ternyata Rantau-Binuang jauh juga. Sampai di Kecamatan Binuang, aku memperlambat laju motor bututku yang sebenarnya memang tak bisa laju.
Aku dan Ansor sudah janji bertemu di mesjid raya Binuang yang namanya At-Taqwa. Dia memberi petunjuk bahwa mesjid tersebut terletak dekat dengan lapangan.
Begitu menemukan lapangan di pinggir jalan, aku semakin memperlambat motorku. Memang benar, beberapa meter setelah lapangan tersebut ada mesjid yang bernama At-Taqwa. Tak salah lagi, inilah lokasinya, kendati aku masih ragu apa benar mesjid sekecil ini merupakan mesjid raya Binuang. Segera aku memarkir motor dan mengirim SMS pada Ansor. Tak lama dia membalas bahwa sebentar lagi dia akan tiba.
Lumayan lama aku menunggu, hingga ada lagi SMS dari Ansor. Katanya dia juga sudah sampai, namun tidak menemukan aku. Nah, di sinilah keraguanku mengenai mesjid bernama At-Taqwa yang kusinggahi ini mulai menjadi. Bagaimana mungkin aku yang duduk di depan mesjid tidak dia lihat.
Kami pun kemudian saling SMS, hingga akhirnya bisa ditarik kesimpulan bahwa mesid yang kusinggahi ini memang salah. Sedangkan mesjid yang dimaksud masih jauh. Tanpa buang waktu, kupacu si bututku sekencang yang dia bisa.
Petunjuk yang dia berikan kini sudah jelas, yaitu bahwa mesjid tersebut memiliki kubah besar berwarna birudengan ukiran kaligrafi. Dan mesjid itu besar.
Tepat saat azan ashar mengalun, kutemukan juga akhirnya mesjid raya tersebut dengan si Ansor yang tersenyum di emperannya. Sialan, awas kau Ansor!!! Sesudah shalat ashar, kudamprat habis-habisan dia.
Aku kemudian diajaknya ke rumah. Cukup lama aku di sana, (karena memang masih banyak sumpah serapah yang ingin kukeluarkan) lalu dia mengajakku ke gunung Prontel yang berada tak jauh dari rumahnya. Tentu saja tawaran itu kuterima.
***
Si bututku meraung-raung. Bayangkan, dia naik gunung! Apalagi jalan menuju puncaknya rusak parah, sehingga aku harus ekstra hati-hati. Namun akhirnya kami sampai juga ke puncak. Pemandangan yang luar biasa indah tersaji untuk kunikmati.
Selain aku dan Ansor, banyak juga anak muda ke gunugn ini. Kata Ansor, gunung Prontel ini setiap sorenya memang ramai dikunjungi anak muda. Tapi sepertinya tempat berpotensi wisata ini masih kurang perhatian dari pemerintah setempat. Terbukti dari jalan yang rusaknya minta ampun. Lagipula, tempat ini sepertinya hanya diketahui oleh masyarakat sekitar. Pamanku yang orang rantau saja begitu kutanya, katanya tidak tahu.
***
Jam 8 malam, baru aku sampai di rumah nenekku. Hari ini tak mungkin bisa dilupakan. Terimakasih banyak untuk Ansor atas semuanya; minumnya, gunungnya, serta amplopnya. Kecuali mesjid At-Taqwanya. See you in Al Falah.
(Karena sulitnya akses internet, jadinya postingan ini baru bisa diterbitkan hari ini.)
Dari jam 2 siang aku bertolak dari rumah nenek di daerah Rantau, tepatnya di desa Parigi, Kecamatan bakarangan.
Tak seperti yang kubayangkan, ternyata Rantau-Binuang jauh juga. Sampai di Kecamatan Binuang, aku memperlambat laju motor bututku yang sebenarnya memang tak bisa laju.
Aku dan Ansor sudah janji bertemu di mesjid raya Binuang yang namanya At-Taqwa. Dia memberi petunjuk bahwa mesjid tersebut terletak dekat dengan lapangan.
Begitu menemukan lapangan di pinggir jalan, aku semakin memperlambat motorku. Memang benar, beberapa meter setelah lapangan tersebut ada mesjid yang bernama At-Taqwa. Tak salah lagi, inilah lokasinya, kendati aku masih ragu apa benar mesjid sekecil ini merupakan mesjid raya Binuang. Segera aku memarkir motor dan mengirim SMS pada Ansor. Tak lama dia membalas bahwa sebentar lagi dia akan tiba.
Lumayan lama aku menunggu, hingga ada lagi SMS dari Ansor. Katanya dia juga sudah sampai, namun tidak menemukan aku. Nah, di sinilah keraguanku mengenai mesjid bernama At-Taqwa yang kusinggahi ini mulai menjadi. Bagaimana mungkin aku yang duduk di depan mesjid tidak dia lihat.
Kami pun kemudian saling SMS, hingga akhirnya bisa ditarik kesimpulan bahwa mesid yang kusinggahi ini memang salah. Sedangkan mesjid yang dimaksud masih jauh. Tanpa buang waktu, kupacu si bututku sekencang yang dia bisa.
Petunjuk yang dia berikan kini sudah jelas, yaitu bahwa mesjid tersebut memiliki kubah besar berwarna birudengan ukiran kaligrafi. Dan mesjid itu besar.
Tepat saat azan ashar mengalun, kutemukan juga akhirnya mesjid raya tersebut dengan si Ansor yang tersenyum di emperannya. Sialan, awas kau Ansor!!! Sesudah shalat ashar, kudamprat habis-habisan dia.
Aku kemudian diajaknya ke rumah. Cukup lama aku di sana, (karena memang masih banyak sumpah serapah yang ingin kukeluarkan) lalu dia mengajakku ke gunung Prontel yang berada tak jauh dari rumahnya. Tentu saja tawaran itu kuterima.
***
Si bututku meraung-raung. Bayangkan, dia naik gunung! Apalagi jalan menuju puncaknya rusak parah, sehingga aku harus ekstra hati-hati. Namun akhirnya kami sampai juga ke puncak. Pemandangan yang luar biasa indah tersaji untuk kunikmati.
Selain aku dan Ansor, banyak juga anak muda ke gunugn ini. Kata Ansor, gunung Prontel ini setiap sorenya memang ramai dikunjungi anak muda. Tapi sepertinya tempat berpotensi wisata ini masih kurang perhatian dari pemerintah setempat. Terbukti dari jalan yang rusaknya minta ampun. Lagipula, tempat ini sepertinya hanya diketahui oleh masyarakat sekitar. Pamanku yang orang rantau saja begitu kutanya, katanya tidak tahu.
***
Jam 8 malam, baru aku sampai di rumah nenekku. Hari ini tak mungkin bisa dilupakan. Terimakasih banyak untuk Ansor atas semuanya; minumnya, gunungnya, serta amplopnya. Kecuali mesjid At-Taqwanya. See you in Al Falah.
(Karena sulitnya akses internet, jadinya postingan ini baru bisa diterbitkan hari ini.)
Wah...,wah...,
ReplyDelete@ M.Ansyar
ReplyDeletekaitu haja kah?
saya mengucapkan mohon maaf lahir dan bsatin
ReplyDelete@ m4hr4n1
ReplyDeletesama-sama.
Di daerah mana itu mas....
ReplyDeletememang perhatian dari pemerintah terhadap potensi wisata alam masih kurang...
Selamat Idul Fitri mohon maaf lahir dan batin mas...
Terima kasih sudah berkunjung di blogku
selamat hari raya idul fitri ..mohon maaf lahir dan bathin... trima kasih
ReplyDeleteWah inilah comtoh blogger sejati, meski di daerah yang gak ada sinyal tuk akses internet tapi menjadi PR untuk di postingkan besoknya. Salam kenal mas dari Bali. :cool:
ReplyDelete@ Oelil
ReplyDeleteitu di KALSEL
@ yuwaku
sama-sama, met idul fitri juga
@ Sugeng
haha, saya memang selalu berusaha untuk memposting. Silahkan dibaca postingan-postingan sebelumnya.
Salam Takzim
ReplyDeletePerjalanan seru, nyasar, ngedumel, raungan motor, keluhkesah demi Prontel Gunung kerinduan kaula muda... merupakan coretan tersendiri antar Zian dan Ansor. Saya hanya mengacungkan jempol untuk perjuangan mu menepati janji, dan penyampaian terima kasih telah singgah di blogku, kebetulan kita sama suku, yuk kita tukeran link
Salam Takzim Barabai
@ Batavusqu
ReplyDeletewaduh, kalau untuk saya nggak usah salam takzim, salam tashgir aja. Sama suku? Maksudnya orang Banjar juga? Tinggal dimana? Oke, nanti linknya akan saya pasang, sekarang blog saya masih dalam tahap perbaikan.
Wah, kayak'x seru juga tuh perjalanannya, heheheh....
ReplyDeleteGue paling demen deh yang namanya hacking :)
beh jua...sakalinya ka gunung kah bahari raya?
ReplyDeletemet iedul fitri lah, mohon maaf lahir dan bathin....
auk balum ka kandangan lagi nah...
@ Zippy
ReplyDeleteSeru apanya!
@ baburinix!
Lahir batin jua nah. Jalan mana ka Kandangan?
wooow....
ReplyDelete@ sop buntut
ReplyDeleteapanya yang wow?
Aku hanya ingin tertawa...
ReplyDeletehahahahahahahahahaha
B'ramian kada b'bawaan..
@ barang aja
ReplyDeleteKada minta bawai pang, cuba mun minta bawai.